Pemangkasan Angaran Beasiswa Bukanlah Solusi Tetapi Menjadi Ancaman Pendidikan Di Pulau Morotai

Oleh: Ariyanti Hi M Nur, Bendahara umum BP-HIPPMAMORO Provinsi Maluku Utara.

 

OPINI,BidikFakta.id – Pendidikan adalah hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi dan menjadi pilar utama pembangunan sumber daya manusia (SDM). Namun, kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Pulau Morotai yang menghentikan bantuan pendidikan bagi mahasiswa pada tahun 2025 menimbulkan kekhawatiran serius. Kebijakan ini dinilai tidak hanya mengabaikan aspek keadilan sosial, tetapi juga berpotensi melanggar hukum dan menghambat masa depan generasi daerah.

Surat keputusan Bupati Morotai tertanggal 23 Mei 2025 menyatakan bahwa penghentian beasiswa dilakukan demi efisiensi anggaran. Akibatnya, mahasiswa asal Morotai yang sedang menempuh pendidikan di berbagai universitas di luar daerah kehilangan dukungan finansial, yang berpotensi mengganggu keberlanjutan studi mereka.

Ironisnya, dalih efisiensi ini bertentangan dengan arahan nasional. Presiden RI justru menekankan efisiensi anggaran untuk sektor non-esensial seperti kegiatan seremonial, bukan pendidikan. Pemda Morotai tampaknya salah menafsirkan kebijakan ini dengan memangkas sektor pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Penguatan Hukum: UUD 1945 Pasal 31 ayat (1): “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Pasal 31 ayat (4): “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.” UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat (2): Pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan bagi warganya.

PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 7 ayat (1): Pemerintah daerah bertanggung jawab atas pendanaan pendidikan, termasuk pemberian beasiswa bagi peserta didik tidak mampu.

Kebijakan Pemda Morotai ini berpotensi melanggar konstitusi dan regulasi turunan lainnya, serta mengingkari semangat pemekaran daerah yang bertujuan meningkatkan kualitas SDM.

Solusi dan Seruan Masyarakat:
BP-HIPPMAMORO Provinsi Maluku Utara menilai keputusan ini tidak visioner dan mendesak Pemda untuk: Merevisi kebijakan anggaran pendidikan dalam APBD 2025/2026: Mencari sumber pendanaan alternatif, seperti Dana Desa atau kemitraan dengan sektor swasta.

Menempatkan pendidikan sebagai pengeluaran produktif jangka panjang, bukan beban fiskal. Di tengah persaingan global dan kemajuan teknologi, Morotai membutuhkan SDM unggul. Jangan sampai efisiensi jangka pendek menghancurkan masa depan generasi muda.

Penutup:
Kebijakan penghentian beasiswa ini bukan hanya soal anggaran, tetapi menyangkut keadilan, konstitusi, dan masa depan. Pendidikan bukan komoditas politik—ia adalah hak semua anak bangsa.

Pos terkait