OLEH: Iwan
BIDIKFAKTA – Di balik senyum tenang dan toga hitam yang ia kenakan dalam foto ini, tersimpan kisah haru dan perjalanan yang cukup panjang dan berliku seorang pemuda bernama Fadli Wambes, S.H. Seorang anak petani dari Desa Falabisahaya, Kecamatan Mangoli Utara, Kepulauan Sula, yang pernah menggantungkan mimpinya pada seragam loreng, namun akhirnya menemukan takdir dan karirnya di jalur hukum dan keadilan.
Mimpi Menjadi Tentara: Harapan yang Berkali-kali Kandas
Sejak kecil, Fadli bercita-cita menjadi anggota TNI. Seragam loreng, sepatu lars, dan tekad menjaga negara menjadi impian masa kecil yang terus ia pelihara hingga remaja. Ia mengikuti tes TNI secara berturut-turut, bahkan lebih dari sekali bukan satu atau dua kali, tapi berkali-kali. Setiap kali gagal, ia tidak menyerah Ia mencoba lagi namun takdir berkata lain pintu untuk menjadi prajurit negeri ini belum terbuka baginya.
Kegagalan itu bukan hal mudah untuk di hadapi Ia harus menahan rasa kecewa, menghadapi cibiran, cemohan dan pertanyaan yang tak kunjung henti dari orang-orang di sekitarnya “Kenapa tidak lulus tes TNI lagi?” Tapi Fadli tidak tenggelam dalam kecewa. Ia bangkit dan terus melangkah demi menggapai masa depannya, Fadli kemudian hengkang merantau dan mengadu nasib di pulau cendrawasih tepatnya di kota jayapura, disana berbagai pekerjaan di cobanya mulai dari bekerja sebagai karyawan toko sembako, namun karna memiliki fisik yg tegar ia juga sempat dijadikan sebagai pengawal pribadi pamannya dalam mendistribusikan kayu bersama koleganya, walaupun tak di beri upah yang tetap namun demi bertahan hidup di perantauan iapun rela menjalankan setiap perintah dari sang paman asalkan bisa diberi makan demi bertahan hidup terkadang ia juga di paksakan untuk masuk ke dunia gelap, maaf dunia sang preman karna postur dan fisiknya yang kekar dan bugar, sehingga ia di anggap kuat dan mampu dalam menjalankan perintah sang paman demi mempertahankan bisnisnya. Suatu hari ia terlibat perkelahian dengan anak-anak jalanan yang bahkan mengancam nyawanya sendiri. Dari kejadian itulah ia kembali berpikir dan merenung seorang diri bahkan sempat pesimis dengan jalan hidup yg ia jalani karna terlalu banyak cobaan yang ia alami namun, di suatu malam tanpa sadar ia tertidur dan bermimpi ada sosok lelaki tua berjuba putih yang datang dan berbisil jika, terus bertahan di ruang gelap seperti ini maka hanya kehancuran yang akan ia dapatkan.
Namun, sebagai anak muda yang masih terus memikirkan masa depannya, Fadli kemudian meninggalkan Jayapura menuju jajira al-mulk tepatnya di kota ternate, provinsi maluku utara. Di Kota Kesultanan inilah ia memulai hidup yang baru sebagai tukang Ojek, kesehariaannya hanya berkeliling mencari rezeki agar bisa memenuhi kebutuhan makan dan minumnya. Berbagai usaha dan kerja keras terus ia lakukan namun belum bisa merubah nasibnya.
Menempuh Jalan Baru: Menjadi Mahasiswa Hukum
Setelah menyadari bahwa jalan hidupnya bukan di loreng TNI dan Tukang Ojek, Fadli memutuskan memilih jalur pendidikan. Ia mendaftarkan diri di Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate. Sebuah keputusan besar yang tak hanya mengubah arah hidupnya, tapi juga menumbuhkan semangat baru dalam dirinya: semangat menegakkan keadilan.
Selama kuliah, ia bukan mahasiswa yang instan. Ia jatuh bangun menghadapi berbagai tantangan biaya pendidikan, tekanan akademik, bahkan mungkin rasa rindu pada cita-cita masa lalunya. Tapi ia terus maju, karena ia tahu mungkin ia tidak bisa menjaga negara dengan senjata, tapi ia bisa melindungi rakyat dengan hukum.
Disumpah Menjadi Advokat.
Tepat tanggal 24 juli 2025 yang lalu menjadi hari yang tak akan pernah ia lupakan. Di hadapan para hakim, tokoh hukum, dan keluarga yang hadir penuh haru, Fadli Wambes, S.H. secara resmi diambil sumpah sebagai seorang pengacara oleh Dewan Pengacara Nasional Indonesia (DPN Indonesia) di Sofifi, Maluku Utara.
Air mata tak bisa dibendung. Teringat perjuangan, jatuh bangun, dan jalan panjang yang telah ia lewati. Dari seorang pemuda yang ditolak di gerbang TNI, kini ia berdiri dengan gagah di ruang sidang, mengemban amanah baru sebagai pembela hukum dan suara bagi rakyat kecil.
Bukan Tentara, Tapi Pejuang Hukum
Kini Fadli bukanlah seorang prajurit bersenjata, tapi ia adalah pejuang hukum. Ia mungkin tidak pernah berbaris di medan latihan, tapi ia akan berdiri di depan meja hijau membela yang benar. Seragam loreng mungkin tak pernah ia kenakan, tapi toga hitam yang terbuat dari kain yang halus dan dasi bertali putih yang terlilit pada leher melambangkan profesionalitas seorang advocad yang kini menjadi simbol perjuangan dan pekerjaannya yang sesungguhnya.
Untuk setiap anak muda yang merasa gagal mengejar satu impian kisah Fadli adalah pelajaran bahwa kadang, Tuhan menutup satu pintu untuk membuka gerbang yang lebih besar. Ia bukan hanya berhasil menjadi sarjana hukum, tapi juga membuktikan bahwa dengan tekad dan doa, mimpi bisa berubah bentuk namun tetap menjadi kemenangan.
Salam hormat dan selamat buat Advokat Muda Maluku Utara. Fadli Wambes, S.H
Perjuanganmu belum selesai. Kau kini telah memasuki dunia keadilan bekerjalah dengan kehormatan sebab, hukum akan menemukan tempat yang sesungguhnya jika para advokat terus menebarkan pesan-pesan keadilan yang dititipkan Dewi Themis, yakni kewajiban akan keadilan, kejujuran, dan ketertiban yang tidak memihak sebagaimana lambang timbangan, pedang dan penutup mata.
Teruslah menjelma menjadi Dewi Keadilan (Themis) sebab ia juga bagian dari kekuatan, integritas, dan kebijaksanaan yang penting dalam sistem hukum, cendrung pada objektivitas dan keberpihakan pada kebenaran, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Wassalam.