DPRD Bungkam Dibalik Kursi Empuk, Bagian Dari Penghianatan Mandat Rakyat

Oleh: ๐—œ๐˜„๐—ฎ๐—ป ๐—ช๐—ฎ๐—บ๐—ฏ๐—ฒ๐˜€
Ketua OKK KNPI Kepulauan Sula

BIDIKFAKTA โ€“ Kepulauan Sula, salah satu Kabupaten di Provinsi Maluku Utara, saat ini sedang menghadapi kondisi darurat yang tidak bisa dianggap remeh. Bencana banjir melanda sejumlah desa dan kecamatan, merusak infrastruktur jalan, jembatan, hingga talud penahan air. Kerusakan ini bukan hanya memperlambat mobilitas masyarakat dan menghentikan aktivitas ekonomi, tetapi juga berpotensi menimbulkan korban jiwa jika tidak segera ditangani secara serius.

Bacaan Lainnya

Dalam situasi seperti ini, keberadaan dan peran Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sangatlah krusial. Mereka bukan hanya sekadar penyambung lidah rakyat, tetapi juga pemegang amanah konstitusi untuk menyuarakan, memperjuangkan, dan menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat di daerah.

Kondisi darurat ini seharusnya menjadi panggilan moral dan tanggung jawab politik bagi para Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sula. Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal yang menyedihkan. Ketika masyarakat Kepulauan Sula sedang berjuang menghadapi banjir dan kerusakan infrastruktur, para wakil rakyat justru seolah menghilang. Tidak terdengar suara lantang dari ruang parlemen, tidak terlihat langkah sigap di lapangan.

Apakah ini pertanda ketidakpahaman terhadap peran dan fungsi sebagai wakil rakyat? Ataukah memang sengaja memilih diam, nyaman di balik kursi empuk, ruangan berpendingin, dan fasilitas mewah yang dibiayai oleh uang rakyat? Jika demikian yang terjadi dimana harapan rakyat akan berlabu.

๐——๐—ถ๐—ฎ๐—บ ๐——๐—ถ ๐—ง๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ต ๐——๐—ฒ๐—ฟ๐—ถ๐˜๐—ฎ ๐—ฅ๐—ฎ๐—ธ๐˜†๐—ฎ๐˜
Masyarakat Kepulauan Sula menanti, tetapi DPRD justru terlihat bungkam. Tidak ada pernyataan, tidak ada kunjungan lapangan, tidak ada desakan kebijakan yang muncul dari kursi-kursi dewan. Ketika rakyat berteriak minta tolong namun yang terdengar hanyalah keheningan dari ruang sidang yang nyaman, ber-AC, dan dilengkapi segala fasilitas mewah yang semuanya dibayar dari uang rakyat.

Apakah para anggota DPRD lupa bahwa mereka dipilih untuk bersuara, bukan untuk diam? Apakah kenyamanan fasilitas membuat mereka lupa pada penderitaan rakyat yang infrastruktur desanya hancur dan akses hidupnya terputus akibat banjir?

๐—™๐˜‚๐—ป๐—ด๐˜€๐—ถ ๐——๐—ฃ๐—ฅ๐—— ๐—•๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฆ๐—ฒ๐—ธ๐—ฒ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ ๐—™๐—ผ๐—ฟ๐—บ๐—ฎ๐—น๐—ถ๐˜๐—ฎ๐˜€

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU MD3 memberikan mandat yang jelas kepada DPRD menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Ketiga fungsi ini bukan hanya norma tertulis, tetapi merupakan kekuatan strategis untuk merespons secara cepat dan tepat terhadap persoalan daerah. Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD seharusnya mendorong penyediaan anggaran tanggap darurat untuk mempercepat perbaikan infrastruktur vital, melakukan pengawasan langsung di lapangan untuk memastikan pemerintah daerah menjalankan kewajibannya dengan cepat dan tepat sasaran, serta membuat rekomendasi kebijakan agar penanganan banjir dan pembangunan infrastruktur diarahkan pada mitigasi bencana jangka panjang. Namun, jika DPRD hanya menjadi penonton pasif dalam situasi krisis, maka keberadaan lembaga ini patut dipertanyakan secara mendasar.

๐—•๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ถ๐˜ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—•๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ถ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ๐—ธ, ๐—•๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐— ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐—ถ๐˜€๐˜‚

Hari ini rakyat tidak membutuhkan retorika, mereka butuh solusi nyata. Rakyat tidak butuh janji, mereka butuh kehadiran fisik dan sikap politik yang tegas. Dalam kondisi darurat, diamnya DPRD sama saja dengan pengkhianatan terhadap mandat rakyat.

DPRD bukan hanya simbol demokrasi, tetapi perpanjangan tangan rakyat dalam menyuarakan kebutuhan dan harapan mereka. Dalam kondisi seperti banjir, rusaknya infrastruktur, hingga ketimpangan pelayanan publik, DPRD seharusnya hadir di garis depan, bukan menghilang di balik kursi kekuasaan.

Kehadiran fisik dan sikap proaktif anggota dewan di lapangan sangat dibutuhkan. Rakyat tidak menuntut kemewahan, tapi kepedulian. Jangan biarkan jeritan desa-desa yang terisolasi atau jembatan yang runtuh hanya menjadi berita viral tanpa solusi nyata.

Kami percaya, DPRD adalah mitra rakyat. Namun kepercayaan itu harus dijaga lewat aksi nyata, sudah saatnya para anggota dewan bangun dari tidur panjangnya. Jangan jadi โ€ ๐˜š๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข ๐˜–๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜จโ€ yang hanya aktif saat kampanye dan hilang ketika rakyat menderita, tunjukkan bahwa suara rakyat masih hidup di ruang-ruang sidang parlemen.

Buktikan bahwa jabatan itu masih menyimpan empati dan keberpihakan, saatnya berkantor ditengah-tengah rakyat, mendengar jeritan dan suara rakyat dan bergerak bersama rakyat.

Mengakhiri tulisan ini tentu ada harapan besar bahwa keresahan ini semoga cepat terjawab, sehingga saya hadir sebagai anak negeri untuk mengetuk pintu hati bapak/ibu DPRD sekalian.

Bangunโ€ฆbangun!
Ini musim hujanโ€”jang talalu tidurโ€ฆ!
Banjir melanda, jalan dan jembatan hancur,
rakyat Kepulauan Sula sedang menunggu suara dan tindakan dari para wakilnya. Jika para anggota DPRD tidak segera turun tangan, maka yang akan terus naik bukan hanya air banjir, tetapi juga kemarahan rakyat.

๐—ช๐—ฎ๐˜€๐˜€๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ!

Pos terkait