BIDIKFAKTA – Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Maluku Utara, kembali dituai kritik keras. Penyebabnya, ialah insentif untuk para dokter yang telah bekerja sejak awal tahun anggaran 2025 belum juga dibayarkan hingga hari ini, Jumat (4/7)
Keterlambatan ini bukanlah hal baru. Bahkan, masalah ini sudah menjadi bagian dari pembahasan resmi dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun Anggaran 2024. Namun, ironisnya, hingga kini belum ada kejelasan maupun langkah konkret dari Pemda untuk menyelesaikannya.
Wakil Ketua I DPRD Kepulauan Sula, M. Ridho Guntoro, kepada wartawan melayangkan sikap tegas terhadap kelambanan pemerintah daerah terkait insentif dokter tersebut.
“Insentif dokter ini telah dibahas di DPRD, dan masuk dalam salah satu poin penting rekomendasi PANSUS LKPJ 2024. Kami sudah meminta agar Pemda segera menindaklanjuti dan membayar hak para tenaga medis. Tapi faktanya, sampai sekarang belum juga direalisasikan,” ujar Ridho Guntoro dengan nada kecewa.
Dia menegaskan bahwa penundaan ini tidak bisa dipandang sebagai kelalaian administratif. Lebih dari itu, hal ini mencerminkan bentuk nyata pengabaian terhadap kesejahteraan tenaga medis yang merupakan ujung tombak pelayanan masyarakat.
“Ini bukan hanya soal anggaran. Ini soal keadilan, penghargaan atas pengabdian dokter, dan komitmen pelayanan publik. Saya mendesak Pemda agar tidak lagi menunda-nunda,” tambahnya.
Tak hanya itu, Ridho juga mendorong Komisi III DPRD untuk segera melakukan pengawasan lebih ketat dengan memanggil para pemangku kepentingan terkait.
“Saya meminta Komisi III memanggil Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD Sanana untuk memberikan penjelasan terbuka kepada publik. Masalah ini tidak boleh terus dibiarkan menjadi wacana tanpa solusi,” tegasnya.
Menurutnya, kondisi ini telah memicu keresahan di kalangan dokter dan tenaga medis lainnya, yang selama ini tetap menjalankan tugas dalam keterbatasan, tanpa kejelasan soal hak mereka. Masyarakat yang berharap pada pelayanan kesehatan yang memadai, justru disuguhi realitas manajemen keuangan daerah yang lemah.
Ridho menilai, jika pemerintah terus bersikap pasif, maka bukan hanya akuntabilitas yang dipertaruhkan, tapi juga kredibilitas kepala daerah dalam menjamin pelayanan publik yang layak juga akan dipertanyakan.
“Kesehatan adalah hak dasar. Menghargai mereka yang menjaga hak itu adalah kewajiban kita semua. Sudah waktunya Pemda bertindak nyata,” tutup Ridho.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas pemerintah. Ketidakjelasan ini bukan sekadar masalah administratif, tapi soal prinsip keadilan dan kemanusiaan. Saatnya janji politik dibuktikan dengan aksi nyata.