OLEH:Arman Buton, Pengurus DPC PDI-P Sula
OPINI – Yang terhormat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kepulauan Sula, melalui surat terbuka ini, izinkan saya menyampaikan suara hati sekaligus kegelisahan warga yang selama ini terpendam dan sayangnya, belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya dari Saudara-saudara di DPRD.
Saya menyadari betul, ada begitu banyak masalah di Kepulauan Sula. Tapi izinkan saya fokus pada dua hal yang paling mendesak, krisis air bersih dan ketidakpastian nasib PPPK. Dua persoalan ini bukan sekadar isu administratif, melainkan menyangkut harkat dan martabat masyarakat khususnya wong cilik yang selalu kita sebut-sebut sebagai basis perjuangan partai.
Mungkin Saudara sudah tahu, atau mungkin juga tidak. Namun yang lebih penting, apakah Saudara masih peduli? Saya menulis ini bukan untuk mencari sensasi, tapi semata untuk mengingatkan. Karena di balik jabatan, fraksi, dan gedung mewah tempat Saudara duduk hari ini, ada harapan dan doa masyarakat yang menunggu perubahan.
1. Krisis air bersih tak ubah persis nyawa yang diabaikan
Air adalah sumber kehidupan. Tapi di Desa Fatce, Kecamatan Sanana, air bersih telah berubah menjadi barang mewah. Sudah lebih dari dua tahun warga bergulat dengan krisis air. Setiap kali hujan turun, bukan kebahagiaan yang datang, melainkan kesibukan menadah air untuk kebutuhan dasar yakni untuk mandi, masak dan mencuci.
Bagi yang punya sumur, mungkin masalah ini tak terlalu terasa. Tapi bagi yang tidak, situasi ini seperti bencana yang berulang setiap hari. Bahkan, untuk sekadar bertahan hidup, mereka harus menggunakan air keruh yang jelas tidak layak di konsumsi.
Ironisnya, hingga hari ini suara jeritan warga belum juga menggema ke dalam ruang-ruang rapat DPRD. Di mana fungsi pengawasan Saudara? Mengapa krisis ini tidak menjadi alarm politik? Apakah Saudara hanya akan turun tangan jika ada kamera media dan mikrofon konferensi pers?
Saya mohon, Fraksi PDI Perjuangan harus berdiri paling depan dalam memperjuangkan penyelesaian masalah ini. Kita bukan sekadar partai, tapi alat perjuangan rakyat. Maka jangan biarkan rakyat kehilangan hak paling dasar akan air bersih ini.
2. Ketidakpastian nasib PPPK seolah membunuh harapan masyarakat kecil
Masalah nasib PPPK tahap 1 dan 2. Di hampir seluruh daerah di Indonesia, para tenaga PPPK sudah menerima SK dan mulai bekerja. Tapi di Kepulauan Sula, pengumuman saja belum keluar. Alasannya klasik lagi-lagi perbaikan administrasi.
Berbulan-bulan masyarakat menanti kejelasan, namun jawaban yang didapat selalu kabur. Di pasar, pangkalan ojek, hingga sudut warung kopi, isu PPPK ini menjadi bahan diskusi hangat. Tapi entah mengapa, wacana ini seolah mati begitu masuk ke ruang DPRD.
Fraksi PDI Perjuangan dimana suara Saudara? Mengapa diam? RDP sudah dilakukan berkali-kali, tapi hasilnya nihil. Jangan sampai PPPK ini bernasib seperti janji-janji kampanye penuh semangat di awal, namun senyap setelah pemilihan.
Tuan dan Puan anggota DPRD, sejak dilantik 30 September 2024, publik belum melihat progres konkret dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan advokasi kebijakan. Saudara dipilih untuk menggunakan otak, hati, dan keberanian, bukan sekadar datang, duduk, diam, dengar, lalu pulang.
DPRD adalah medan tempur gagasan. Jangan biarkan hanya menjadi panggung sunyi pencitraan. Aspirasi masyarakat bukan pajangan di meja reses. Jangan ubah kursi kekuasaan menjadi singgasana nyaman yang melupakan tanggung jawab politik.
Saya hanya menyampaikan dua persoalan dalam surat ini. Tapi yakinlah, akan ada banyak lagi yang perlu Saudara perjuangkan ke depan. Dan saya tidak akan lelah mengingatkan. Karena saya percaya, keberadaan Fraksi PDI Perjuangan di DPRD harus menjadi perpanjangan tangan rakyat, bukan corong penguasa.
Mari kita tidak menjadikan DPRD seperti serial drama Korea, yang sibuk membangun narasi manis tapi melupakan kenyataan pahit rakyat. Ini bukan soal gaya, ini soal tugas. Belajarlah untuk bertengkar dengan mereka yang melupakan rakyat, bukan justru larut dalam kenyamanan kuasa.
Semoga ini menjadi pengingat, bukan serangan. Karena yang saya perjuangkan bukan pribadi, tapi nasib orang banyak.
Salam hormat, Sanana, 10 Juli 2025.