BIDIKFAKTA — Seorang anggota Densus 88 Antiteror Polri berinisial HL alias Latu, diduga melakukan tindakan intimidasi dan kekerasan psikologis terhadap Ketua DPC GMNI Kepulauan Sula, Rifki Leko. Dugaan ini mencuat setelah adanya ancaman melalui percakapan singkat di aplikasi WhatsApp yang dilakukan oleh HL, menyikapi pemberitaan terkait salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Daerah Kepulauan Sula.
Rifki Leko, yang selama ini dikenal aktif menyuarakan kritik terhadap kinerja pemerintah daerah, khususnya terhadap Marini Nur Ali (MNA) Kepala Dinas Pendidikan Kepulauan Sula mengaku mendapatkan tekanan secara langsung dari HL. Diketahui, HL adalah suami sah dari MNA, yang diduga tersinggung atas pemberitaan di media lokal yang menyoroti kinerja istri dan instansi yang dipimpinnya.
Dalam isi percakapan yang beredar, HL menyampaikan kalimat bernada ancaman yang secara jelas dapat diartikan sebagai upaya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. HL menuntut agar Rifki berhenti memberikan keterangan kepada media yang dianggap bisa merusak citra pribadi dan institusi Dinas Pendidikan.
Menanggapi insiden ini, GMNI Kepulauan Sula mengecam keras tindakan intimidatif tersebut. Mereka menilai, seorang anggota Polri, apalagi dari satuan elit seperti Densus 88, semestinya menjunjung tinggi etika, profesionalisme, dan netralitas dalam bertugas.
“Ini bukan hanya serangan terhadap pribadi kader kami, tapi juga terhadap prinsip demokrasi, kebebasan menyampaikan pendapat, dan perlindungan terhadap aktivis mahasiswa,” ujar Rifki dalam keterangannya, Sabtu (5/10/2025).
Ia juga meminta Mabes Polri untuk segera melakukan evaluasi terhadap personel Densus 88 yang diduga melanggar kode etik serta menyalahgunakan kewenangan dengan membawa urusan pribadi ke ranah intimidasi psikologis.
Sebab, tindakan yang diduga dilakukan HL ini dinilai melanggar prinsip-prinsip hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 23 tentang kebebasan berpendapat, Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kami meminta Kapolri jenderal Sigit Listyo Prabowo untuk memberikan atensi atas tindakan HL ini. Jelas ini melanggar etik profesi Polri sesuai Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011,” jelas Rifki.
GMNI menegaskan akan mengawal kasus ini, dan siap menempuh jalur hukum jika diperlukan. Mereka juga meminta Komisi III DPR RI dan Komnas HAM untuk ikut mengawasi proses evaluasi internal Polri agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Kami percaya Mabes Polri akan bertindak profesional dan objektif. Siapa pun anggotanya, jika terbukti menyalahgunakan wewenang, harus ditindak sesuai aturan hukum,” tutup Rifki.
Sementara, sampai berita ini ditayankan HL belum memberikan keterangan yang berarti terkait dugaan ancaman oknum terkait kepada Ketua DPC GMNI Kepulauan Sula. DPD dan DPP GMNI diminta menyampaikan laporan resmi ke Mabes Polri atas hal ini.