TERNATE,BidikFakta.id – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis, kembali turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara. GPM menuntut penegak hukum untuk segera mengusut tuntas berbagai dugaan pelanggaran hukum yang terjadi di Kabupaten Halmahera Timur.
Pantauan bidikfakta.id, massa aksi mendesak aparat penegak hukum di Kejaksaan Tinggi Maluku Utara untuk segera mengusut tuntas kasus kejahatan tambang ilegal, kerusakan lingkungan, hingga dugaan korupsi oleh pejabat daerah di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur.
Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIT itu diwarnai orasi, pembentangan spanduk, dan poster yang berisi berbagai tuntutan. Ketua DPD GPM Maluku Utara, Sartono Halik, dalam orasinya menilai penegak hukum lamban dalam merespons persoalan-persoalan serius yang merugikan masyarakat dan negara.
“Kami datang membawa suara rakyat yang telah dijual murah oleh mafia tambang dan dikhianati oleh pejabat busuk! Jika benar mereka terlibat, mereka bukan pemimpin, mereka penjahat berdasi!” tegas Sartono dalam orasinya.
Ketua GPM ini menegaskan bahwa tuntutan tersebut bukan sekadar desakan, melainkan bagian dari komitmen moral untuk menyelamatkan lingkungan dan memastikan pejabat publik bertanggung jawab atas kewajibannya.
Seruan aksi ini juga GPM secara terbuka mendesak Kejati Maluku Utara, Polda, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bertindak. Mereka juga menyatakan akan melanjutkan aksi serupa jika tidak ada langkah konkret dari aparat hukum.
“Kejahatan tidak bisa dilawan dengan diam! Korupsi tidak bisa dihadapi dengan kompromi! Tambang rakus harus dihentikan, dan pejabat busuk harus ditangkap!” seru Sartono, menutup aksinya dengan pekikan lantang: “Merdeka!”
Aksi berlangsung tertib dengan pengawalan aparat keamanan. Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejati Maluku Utara belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan yang disampaikan oleh GPM.
Berikut ini 7 tuntutan aski GPM kepada Kejaksaan Tinggi Maluku Utara: (1. Cabut dan hentikan aktivitas PT. JAS dan PT. ARA, yang diduga mencemari lingkungan dan merusak lahan pertanian warga di Halmahera Timur. (2. Usut penjualan ilegal 90 ribu metrik ton ore oleh PT. WKM yang diduga berasal dari PT. Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT), dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 30 miliar. (3. Periksa dan tangkap Bupati serta Sekda Halmahera Timur, yang dituding terlibat dalam praktik pertambangan ilegal. (4. Usut dugaan korupsi Dana Insentif Daerah (DID) 2017–2018, yang diduga melibatkan Sekda Halmahera Timur. (5. Telusuri penggunaan dana pembangunan Asrama BPK RI Maluku Utara, yang diduga menggunakan APBD Halmahera Timur secara tidak sah. (6. Audit penggunaan dana Covid-19 senilai Rp 28,5 miliar, yang disebut belum memiliki pertanggungjawaban yang jelas. (7. Usut aktivitas PT. Forward Metrics Indonesia (FMI), yang diduga melakukan pertambangan tanpa izin resmi (IUP dan AMDAL).