Patahnya Timbangan Hukum Negara Ini.!

Oleh: Muhajrin Umasangadji, Mahasiswa Hukum UMMU.

OPINI,BidikFakta.id – Indonesia raya di atas kata merdeka, merdeka dari segi penindasan, penjajahan dan perampasan. Setelah proklamasi di komandankan oleh Ir. Soekarno, struktur dan konsep negara pun di bentuk.

Tatanan Pemerintah mulai di susun dari hakimnya, dan DPR nya. Menjelang setahun kepolisian di bentuk. Ketika melwati berbagai dinamika dan problem sosial, lahir lah lembaga-lembaga lainnya dan peraturan. Pada 2001 tepatnya di tanggal 1 november terjadi amendemen ke tiga, kemudian lahir lah konstitusi Pasal 1 ayat 3 Udang-Undang Dasar1945. Perubahan struktur kelembagaan pun terjadi,perubahan ahak Asasi Manusia (HAM), peningkatan kedaulatan rakyat. Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 jadi landasan bahwa negara Indonesia adalah negara Hukum. “Equality before the law” , ini menyatakan kalau kita semua sama di mata hukum tanpa ada perbedaan baik warna kulit, gender, suku, agama maupun ras. Kemudian di perkuatkan lagi dengan Sila ke lima, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” , yang mencerminkan bahwa setiap manusia Indonesia harus adil dan tidak ada beda.

Dalam pendidikan formal, kita selalu diajarkan nilai-nilai keadilan sosial secara umum, namun apakah nilai-nilai keadilan sosial ini sudah di implementasi kan dengan baik?, mungkin belum, dikarenakan ada beberapa problem yang bertentangan dengan nilai keadilan sosial dan hukum, ada juga kembalikan dari semua itu. Realita sosial seringkali berkontradiksi dengan regulasi yang ada, dari segi penerapan, lebih ketimpang dengan kepentingan kelompok-kelompok oligarki, sedangkan lahirnya hukum karena adanya masalah dalam kehidupan sosial untuk melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat baik itu benda, dan juga nyawa, sperti terdapat pada Pasal 28A hingga 28J UUD 1945  . Konstitusi telah menjamin hak setiap warga negara Indonesia secara Universal, tapi diberbagai pelosok negri hukum masih lemah dalam penerapannya, bahkan keadilan tidak bisa di jangkau oleh masyarakat kelas bawa.

Implementasi Hukum Dalam Masyarakat

Implementasi regulasi dan pembuatan regulasi dalam kehidupan sosial, seringkali kita lihat ada obius of danTuere commoditates capitalistarum di dalamnya, sehingga regulasi tersebut tidak selaras dengan keinginan masyarakat. oknum yang menerapkan dan juga lembaga yang membuat regulasi menjadi jabatan sebagai tamen pisau untuk mengiris masyarakat secara perlahan-perlahan. Di Hukum modern saat ini, segala bentuk kejahatan melawan hukum bisa di maupualasi sedemikian rupa, apalagi kalangan masyarakat awam yang kurang memahami persoalan hukum. Ini yang menjadi sub permasalahan di negara yang katanya negara hukum. Kini hukum bukan lagi alat instrumen untuk kepentingan umum namun instrumen untuk kepentingan para segelintir orang yang memiliki Money, bahkan ketika kewajiban di jadikan sebagai hukuman. Sholat menjadi kewajiban umat muslim kini dijadikan hukuman oleh 6 orang oknum polisi yang terjerat kasus narkoba. Ini memperlihatkan jelas bagaimana penerapan Hukum dungu yang di lakukan oleh aprat hukum. Selain itu ada beberapa kasus-kasus yang putusan hakimnya tidak sesuai dengan perbuatan, pertimbangan dungu kemudian di pakai dalam rana pengadilan.

Rakyat Kecil Di Salahkan, Rakyat Besar Di Benarkan

Rakyat atau manusia sebagai subjek hukum (rechtsubject), manusia sejak ada dalam rahim ibunya sudah di katakan sebagai subjek hukum, dalam subjek hukum ini ada hak dan kewajiban, seperti hak untuk mendapatkan keadilan, tampa ada perbedaan, mirisnya realita sekarang berbanding balik, didalam implementasi nya ada perbedaan antara rakyat yang ini dan rakyat yang itu. Akhir-akhir ini Indonesia trend dengan kejaliman aprat Hukum terhadap masyarakat rakyat. Halmahera Timur sejak kejadian penembakan terhadap masyarakat yang di lakukan oleh aprat kepolisian membuat citra hukum ternodai, kepercayaan masyarakat terhadap aprat kini perlahan-perlahan mulai menurun. Mirisnya penyelesaian hanya berakhir di meja bundar dan pertemuan tidak jelas. Menjelang beberapa hari kedepan kejadian serupa terjadi lagi, namun kini dengan cara yang halus yaitu penanganan, kalau kemarin penembakan di tempat, sekarang di tahan dalam ruang hukum. 11 orang masyarakat adat yang di jadikan sebagai tahan politik. Masyarakat maba sangaji mempertahankan hak adatnya namun di cap sebagai bentuk melawan hukum, padahal sudah jelas di dalam konstitusi menjelaskan kan persoalan pembagian tanah, antara tanah adat dan tanah negara, yang termuat dalam Pasal 18(B) ayat (2) dan (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, serta Peraturan Menteri ATR/BPN No. 14 Tahun 2024. Sayang seribu sayang, peraturan tersebut hanya menjadi fatamorgan belakang untuk membahagiakan masyarakat. Dari sikap represif dan juga diskriminasi tersebut, ini menunjukan betapa lemah implementasi hukum terhadap masyarakat. Polisi menembak masyarakat tidak di jadikan tahan, tapi masyarakat melawan penindasan Di jadikan tahanan, realita sekarang selaras dengan perkataannya Mark Tawin. “Ketika orang kaya merampok orang miskin, itu disebut bisnis. Ketika orang miskin melawan, itu disebut kekerasan.” Pemerintahan atau pencipta regulasi impelementasu hukum saat ini, masih melihat sebelah mata, artinya masih ada ada perbedaan kelas di dalamnya, antara kelas atas dan kelas bawah. Padahal Indonesia menganut sistem hukum Pancasilais, akan tetapi Pancasila hanya tertunduk kepada mereka yang memiliki harta.

Saya coba meminjam pikirannya Thomas Aquinas untuk melihat keadilan, kawan Thomas membagikan keadilan menjadi dua bagian yaitu, keadilan umum. Keadilan yang berkaitan dengan pemberian hak yang setara kepada seluruh individu, sedangkan keadilan khusus mencakup keadilan distributif (memberikan hak yang sesuai dengan kebutuhan dan jasa), keadilan komutatif (transaksi yang adil dan seimbang), dan keadilan vindikatif (menghukum pelaku kejahatan). Dalam pandangan kawan Thomas Aquinas dia memetakkan keadilan, namun fokus penulis terhadap keadilan vindikatif (menghukum pelaku kejahatan), artinya orang yang melanggar hukum seharusnya di hukum sesuai dengan perbuatannya bukan malah dibiarkan dan tidak dihukum sesuai dengan perbuatannya. Bagaimana Indonesia ini menjadi Indonesia emas, kalau timbangan hukum saja masih pincang, jika kita menginginkan Indonesia menjadi Indonesia emas maka tegak kan keadilan se adil-adilnya, dan berikan keadilan kepada seluruh rakyat Indonesia. Jika semua itu sudah bisa di jalankan dengan baik, maka Indonesia di tahun 2045 menjadi Indonesia emas. Negara yang baik, itu dilihat dari penerapan hukumnya yang baik juga.

Pos terkait