DPMD Halsel Dinilai Takut Ungkap Kasus Dugaan Video Call Seks Kades Busua

BIDIKFAKTA – Dugaan pelanggaran etik serius oleh Kepala Desa Busua, Kecamatan Kayoa Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, berupa video call bermuatan seksual, terus menuai kecaman keras dari masyarakat dan kalangan akademisi. Kasus ini dinilai tidak ditangani secara profesional oleh instansi terkait, termasuk Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Halmahera Selatan.

Muhammad Kasim Faisal, akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Islam Alkhairaat (STAIA) Labuha, menyebut DPMD terkesan lamban dan enggan bertindak tegas terhadap Kepala Desa yang bersangkutan.

Bacaan Lainnya

“Kasus ini sudah terang-benderang. Tapi DPMD justru seolah menghindari tanggung jawab tanpa alasan jelas. Ini bukan hanya pelanggaran etika, tapi penghinaan terhadap moral publik,” tegas Kasim.

Ia juga melayangkan kritik tajam kepada Plt Kepala DPMD, Zaki Abd Wahab, yang dinilai gagal menunjukkan kepemimpinan dalam menangani persoalan ini. Ketidaktegasan DPMD, menurut Kasim, hanya memperkuat dugaan adanya kepentingan atau ketakutan politik di balik pembiaran ini.

Selian itu, sorotan serupa juga diarahkan kepada salah satu anggota DPRD Dapil Makian-Kayoa, berinisial IN. Ia dianggap gagal menjalankan fungsi pengawasan setelah memediasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang kemudian tidak pernah ditindaklanjuti. Langkah tersebut dinilai hanya sebatas panggung politik tanpa komitmen penyelesaian.

“Ini bukan lagi persoalan pribadi Kades, tapi menyangkut kredibilitas lembaga eksekutif dan legislatif. Ketika DPRD tidak menjalankan fungsi kontrolnya, maka yang terjadi adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” tambah Kasim.

Kasim mendesak DPMD segera membentuk tim evaluasi independen serta menonaktifkan Kades Busua hingga pemeriksaan resmi rampung. Ia juga meminta IN sebagai anggota dewan untuk secara terbuka menjelaskan alasan mandeknya tindak lanjut RDP dan menyampaikan hasilnya ke masyarakat.

“Tindakan Kades Busua secara jelas melanggar ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, PP Nomor 43 Tahun 2014 yang telah diubah lewat PP Nomor 11 Tahun 2019, serta Permendesa PDTT Nomor 18 Tahun 2016. DPMD tidak bisa lagi berdiam diri,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *