Mogok Kerja Seluruh Dokter di RSUD Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula: Akademisi STAI Babussalam Sula Angkat Bicara.

Foto: Mohtar Umasugi, Akademisi STAI Babusalam Sula Maluku Utara. Istimewa.

OPINI,BidikFakta.id – Mogok kerja yang dilakukan oleh seluruh dokter di RSUD Sanana merupakan sinyal darurat bagi dunia pelayanan kesehatan di Kabupaten Kepulauan Sula. Sebagai akademisi, saya memandang peristiwa ini bukan sekadar bentuk protes profesi medis terhadap manajemen rumah sakit atau instansi teknis di bawah Pemda, tetapi juga sebagai indikasi kegagalan sistemik dalam membangun iklim kerja yang sehat, profesional, dan manusiawi bagi para tenaga kesehatan.

Pertama, kita tidak bisa menutup mata bahwa dokter bukan hanya pelayan publik, tetapi juga manusia dengan hak-hak dasar sebagai tenaga profesional. Ketika mereka memilih untuk berhenti melayani pasien sebagai bentuk perlawanan, tentu ada akar masalah yang jauh lebih serius daripada sekadar keluhan administratif. Kita patut menelusuri: apakah ini akibat keterlambatan pembayaran insentif, ketidakjelasan kontrak kerja, atau jangan-jangan tekanan struktural yang membuat mereka tidak lagi merasa dihargai sebagai pilar pelayanan kesehatan?

Bacaan Lainnya

Kedua, mogok ini membuka ruang refleksi mendalam bagi pemerintah daerah, sebagai penanggung jawab kebijakan publik. Pemkab Kepulauan Sula harus menjadikan ini sebagai momentum perbaikan tata kelola rumah sakit daerah. Apakah sistem manajerial RSUD telah berjalan sesuai dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan berkeadilan? Apakah direktur rumah sakit memahami peran sebagai pemimpin institusi layanan publik yang berbasis empati dan partisipatif?

Ketiga, dari perspektif etika keislaman yang menjadi basis pengajaran di STAI Babussalam, mogok kerja tenaga medis di ranah pelayanan publik adalah tindakan yang dilematis. Di satu sisi, ia merupakan hak buruh untuk menyuarakan ketidakadilan, namun di sisi lain, ia berdampak langsung pada masyarakat miskin yang sangat bergantung pada layanan rumah sakit daerah. Maka, pemerintah dan tenaga medis wajib duduk bersama dalam bingkai musyawarah, mencari solusi tanpa saling menyalahkan, demi kemaslahatan bersama.

Sebagai akademisi, saya berharap ada langkah tegas namun bijak dari Bupati dan DPRD Sula untuk melakukan audit kelembagaan RSUD secara terbuka. Jangan sampai mogok kerja ini menjadi preseden buruk yang membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pelayanan dasar negara. Sudah saatnya kita memandang tenaga kesehatan bukan sebagai objek kebijakan, tapi sebagai mitra pembangunan yang sejajar, strategis, dan harus didengarkan.

Saya mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, ormas, dan tokoh agama, untuk turut mengawal isu ini dengan cermat. RSUD Sanana adalah simbol pelayanan dan nyawa rakyat. Jangan biarkan polemik ini menjadi bara dalam sekam yang sewaktu-waktu menyulut krisis kemanusiaan yang lebih besar.

Penulis: Mohtar Umasugi, Akademisi STAI Babusalam Sula Maluku Utara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *