HPMS dan Tanggung Jawab Sejarah Pemekaran Kabupaten Kepulauan Sula

_______by: _Mohtar Umasugi_

DAD HIA TED SUA

OPINI,BidikFakta.idHimpunan Pelajar Mahasiswa Sula (HPMS) bukan sekadar organisasi mahasiswa yang lahir dari kondisi geografis dan sosial masyarakat Sula. Ia adalah saksi sekaligus pelaku dalam gerakan historis menuju pemekaran Kabupaten Kepulauan Sula dari Maluku Utara pada awal tahun 2000-an. Ketika aspirasi pemekaran menguat, HPMS tampil sebagai kekuatan moral dan intelektual yang turut mendorong lahirnya daerah otonomi baru, dengan satu tujuan: membawa pemerintahan lebih dekat ke rakyat dan mempercepat pemerataan pembangunan.

Namun, dua dekade setelah pemekaran, sejarah itu seolah tinggal catatan kosong yang tak lagi menginspirasi arah perjuangan HPMS hari ini. Organisasi yang dulunya penuh semangat perubahan kini tampak kehilangan orientasi dan daya dorongnya. Alih-alih menjadi motor kritis dan agen perubahan sosial-politik daerah, HPMS justru mandek dalam dinamika internal yang penuh fragmentasi, kehilangan budaya intelektual, dan semakin menjauh dari akar perjuangan historisnya.

Tanggung jawab sejarah adalah kewajiban moral yang tak boleh diabaikan. Ketika HPMS turut berteriak dalam gerakan pemekaran, maka ia telah mengikat diri pada cita-cita luhur: menjadikan Kepulauan Sula sebagai wilayah yang lebih mandiri, sejahtera, dan adil. Namun hari ini, berbagai persoalan klasik seperti kemiskinan, ketimpangan pembangunan antarwilayah, buruknya tata kelola pemerintahan, hingga lemahnya layanan publik, menunjukkan bahwa semangat awal pemekaran belum tercapai. Ironisnya, HPMS seperti kehilangan suara di tengah kenyataan itu.

Lemahnya konsolidasi, absennya forum intelektual, dan minimnya inisiatif strategis dari HPMS dalam dua dekade terakhir menjadi cerminan kegagalan kolektif dalam membaca ulang tanggung jawab sejarah tersebut. HPMS terlalu larut dalam romantisme masa lalu, tanpa kesadaran untuk melakukan rekonstruksi visi dan peran yang sesuai dengan tantangan zaman.

Sudah saatnya HPMS bangkit dan mereposisi diri. Tanggung jawab sejarah bukan hanya menjaga warisan pemikiran dan perjuangan masa lalu, tetapi juga melanjutkannya dalam bentuk aksi nyata: menyusun narasi alternatif pembangunan daerah, mendorong advokasi kebijakan yang berpihak pada rakyat, serta membentuk barisan intelektual muda yang berani mengambil peran di ranah politik, birokrasi, dan sosial masyarakat.

HPMS harus menjadi ruang konsolidasi gerakan perubahan berbasis ilmu, etika, dan keberanian moral. Organisasi ini tidak boleh menjadi menara gading yang sibuk dengan agenda seremonial dan nostalgia, tetapi harus hadir sebagai institusi yang aktif membaca realitas daerah, menantang status quo, dan menawarkan solusi berbasis riset dan kajian mendalam.

Sula membutuhkan kader-kader HPMS yang sadar sejarah dan berani bertindak. Generasi baru HPMS harus menyadari bahwa mereka bukan hanya pelanjut nama organisasi, tetapi juga pemikul harapan dari sebuah perjuangan yang dulu disambut dengan air mata dan semangat persatuan. Jika HPMS kembali diam dan apatis, maka sejarah pemekaran yang pernah mereka perjuangkan akan menjadi ironi: sebuah kemenangan yang tak dituntaskan oleh para pewarisnya sendiri.

Menjadi bagian dari HPMS hari ini berarti mengambil kembali tanggung jawab yang sempat dilupakan. Karena sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dituntaskan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *