Apa Arti “Jaga Sula”? Ketika Polisi Justru Mengancam, Bukan Melindungi

Sumber: Google. Ilustrasi Polisi

OPINI,BidikFakta.id– Konsep “Jaga Sula” yang digaungkan Polres Kepulauan Sula sebagai simbol perlindungan dan ketertiban masyarakat kini dipertanyakan kredibilitasnya. Apa arti dari “jaga” jika justru hadirnya aparat menimbulkan ketakutan dan luka?

Secara ideal, “Jaga Sula” dimaksudkan sebagai upaya menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Namun, dalam praktiknya, semangat ini mulai kehilangan makna—terutama setelah mencuatnya sejumlah kasus pelanggaran yang melibatkan oknum kepolisian sendiri.

Tiga kasus yang mengguncang kepercayaan publik: 1. Kasus SW seorang korban kekerasan seksual yang justru tidak mendapat perlindungan dan keadilan yang layak. 2. Kasus Alif, seorang anak di bawah umur yang masih duduk di bangku SMP, malah diduga menjadi korban kekerasan oleh aparat berwajib 3. Kasus SU, seorang pemuda yang diperiksa secara paksa, dengan dugaan kekerasan verbal dan fisik oleh oknum penyidik. SU dijadikan terduga dalam kasus pidana, namun proses penyelidikannya dipenuhi tindakan yang melanggar hak asasi manusia.

“Jaga Sula” Atau “Lukai Sula”?

Jika “Jaga Sula” menjadi dalih untuk melegitimasi kekerasan terhadap warga, maka konsep ini sudah melenceng jauh dari amanat hukum. Dalam tiga kasus di atas, semangat “menjaga” justru menjelma menjadi tindakan yang melukai, mengintimidasi, dan mengkhianati rasa keadilan.

Polisi adalah representasi negara dalam menjalankan hukum dan menjaga warga negara. Namun setiap tindakan aparat harus tetap dalam koridor hak asasi manusia, hukum acara pidana, dan prinsip akuntabilitas.

Pertanyaan untuk kita Semua:

Jika aparat bisa melanggar hukum dengan dalih “menjaga”, maka kepada siapa lagi rakyat bisa berharap keadilan?
Jika “Jaga Sula” hanya jadi slogan, maka sudah saatnya publik bertanya: Apakah hukum masih milik semua warga negara?

Redaksi Bidikfakta.id menyerukan evaluasi total atas praktik penyelidikan di wilayah Kepulauan Sula. Kami mengajak semua pihak, penegak hukum, pemerhati HAM, tokoh masyarakat, hingga rakyat kecil untuk tidak diam.

“Jaga Sula” seharusnya menjaga nyawa, martabat, dan keadilan. Bukan membungkam, memukul, atau menakut-nakuti mereka yang lemah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *