BIDIKFAKTA – Ketegangan politik kembali memanas di Maluku Utara usai mencuatnya dugaan pengalihan Program Aspirasi (Pokir) dari anggota DPRD Fraksi Partai Demokrat kepada Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di tengah sorotan publik dan media, seorang anggota DPRD yang berperan penting dalam proses tersebut, diduga memblokir sejumlah kontak wartawan lokal yang berupaya meminta klarifikasi.
Informasi ini disampaikan oleh beberapa jurnalis yang mengaku kesulitan menghubungi anggota DPRD berinisial La Putu. Mereka menduga tindakan tersebut adalah upaya menghindari pertanyaan soal pengalihan Pokir yang dinilai janggal dan tidak sesuai mekanisme.
“Nomor beliau tidak bisa dihubungi, pesan WhatsApp tidak centang dua. Beberapa rekan media juga mengalami hal yang sama,” ungkap Riswan Abbas, kepada bidikfakta.id, Rabu (17/9/25).
Dari penelusuran media, sumber internal DPRD Maluku Utara menyebut bahwa sejumlah alokasi Pokir dari Fraksi Demokrat yang awalnya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur dan program masyarakat di wilayah Kepulauan Sula, tiba-tiba dialihkan kepada anggota Fraksi PKS tanpa pembahasan di Badan Anggaran.
Padahal, Pokir atau Pokok Pikiran ini adalah aspirasi masyarakat yang diserap anggota DPRD dan dimasukkan ke dalam perencanaan APBD. Biasanya, setiap anggota DPRD memiliki jatah Pokir yang harus disalurkan secara proporsional dan sesuai dengan dapil (daerah pemilihan) masing-masing.
“Ini bukan soal antar partai saja, tapi menyangkut legitimasi politik dan kepercayaan konstituen. Kalau pengalihan ini tanpa persetujuan dan pembahasan yang terbuka, jelas menyalahi aturan,” kata seorang anggota DPRD di Provinsi Maluku Utara yang meminta namanya dirahasiakan.
Menurut Riswan, langkah pemblokiran kontak wartwan oleh DPRD La Putu ini adalah upaya menghindari media dan bentuk pengingkaran terhadap prinsip transparansi publik, apalagi dalam isu krusial seperti pengelolaan Pokir.
“Pejabat publik itu wajib memberikan akses informasi, bukan malah menutup diri. Tindakan oknum La Putu ini jelas melecehkan kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Riswan.
Kasus ini juga, beberapa akademisi di Maluku Utara, menilai kejadian ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal di DPRD. Masalah pokir ini bukan hanya soal teknis anggaran. Ini menyangkut akuntabilitas moral seorang legislator. Kalau sudah sampai menghindari media, patut diduga ada sesuatu yang ingin ditutupi.
Disamping itu, publik kini menunggu langkah tegas dari Ketua DPRD Maluku Utara dan partai politik terkait. Selain meminta klarifikasi, sejumlah organisasi masyarakat sipil mulai mendorong audit independen terhadap realisasi Pokir tahun berjalan. Karena dalam iklim demokrasi, komunikasi antara pejabat publik dan media merupakan fondasi utama transparansi. Kasus ini menjadi pengingat bahwa publik memiliki hak untuk tahu, dan pejabat wajib menjawab.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Fraksi PKS. Sementara itu, La Putu tetap tidak bisa dihubungi baik melalui pesan WhatsApp, maupun saluran komunikasi resmi DPRD.