Kaburnya Napi dan Kerusuhan di Lapas/Rutan hanyalah Gejala, Ancaman Sebenarnya Bernama “Overcrowded”

Kompleksitasi persoalan ini bukan mengarapkan jawaban “Pembangunan tambahan Lapas/Rutan di Indonesia.” Lebih dari itu ini adalah problem hukum yang harus di tata ulang sejak dari hulu hingga hilir dan cara pandang negara melihat peristiwa pidana.

Ultimatum remedium dan Restorative Justice

Bacaan Lainnya

Daya upaya untuk menekan overcrewded pada dasarnya sudah banyak di lakukan melalui berbagai kebijakan dan terobosan. Namun faktanya narapidana masuk kedalam Lapas/Rutan tidak sebanding dengan jumlah yang keluar. Pendekatan pidana sebagai sarana terakhir atau ultimatum remedium harus menjadi prinsip utama yang di gunakan oleh pembuat undang-undang maupun penegak hukum.

Belakangan ini, hampir semua undang-undang ada ketentuan pidana yang menyebabkan overcriminalization. Ini akibat dari terlalu mudahnya kita mengkriminalisasi perbuatan sebagai tindak pidana, padahal ada rambu-rambu kriminalisasi, seperti perbuatan itu membahayakan, bepotensi ada korban, seimbang antara pelarangan dengan hasil yang di capai, mempertimbangkan beban kerja penegak hukum dan lain-lain.

Undang-undang norkotika misalnya, pendekatan hukuman yang mengedepankan pidana penjara mengakibatkan Lapas/Rutan di Indonesia di penuhi pelanggarnya. Tercatat pada akhir 2024 sebanyak 160.000 terpidana berasal dari kasus narkotika, di mana 80% adalah pengguna. Dari keseluruhan pengguna, 85% merupakan pengguna narkotika di bawah 0,7 gram. Padahal dala pasal 127 ayat 3 (tiga) Undang-undang Narkotika, seseorang seharusnya cukup di rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bila terbukti hanya menjadi korban. Saya besepakat dengan Wakil Mentri Hukum Prof. Eddy O.S Hiariej yang selalu vokal menyuarakan revisi Undang-undang Narkotika karena hal ini.

Pendekatan yang kedua adalah Restorative Justice. Di mana dengan persyaratan tertentu yang bisa di penuhi maka penyelesaian perkara pidana tidak perlu di proses lebih lanjut ke meja hijau. Kejaksaan Agung sendiri pada tahun 2023 tercatat telah menyetujui 2.407 perkara pidana untuk di selesaikan dengan pendekatan restoratif.

Sementara itu Polri di tahun yang sama juga menyelesaikan 18.175 perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Kita dapat membayangkan jika angka perkara pidana tersebut kemudian berlanjut ke pengadilan dan di jatuhi hukuman penjara tentu akan berpotensi memperpanjang cacatan kelam overcrowded di dalam Lapas dan Rutan.

Optimalisasi Kebijakan

Langkah langsung eksekutif untuk mengurangi beban Lapas/Rutan yang telah dilakukan adalah Amnesti/Grasi masal bagi beberapa perkara, dengan mempertimbangkan syarat-syarat terhadap individu agar kebijakan ini tepat pada sasarannya. Amnesti dan grasi masal adalah langkah progresif yang berani, sebagai jalan keluar jangka pendek, ini merupakan kebijakan yang harus di sepakati dan di dukung oleh semua pihak termaksud konsekuensinya. Ekseutif order dan presepsi masyarakat juga penting di pertimbangkan untuk hal ini.

Pos terkait