Kaburnya Napi dan Kerusuhan di Lapas/Rutan hanyalah Gejala, Ancaman Sebenarnya Bernama “Overcrowded”

Berikutnya, KUHP harus mengutamakan pidana non pemenjaraan, saat ini masih 66% ancaman pidana KUHP terbaru di ancam dengan pidanan penjara, artinya masih ada muatan overkriminalisasi. Tindak pidana tanpa korban (victimles crime), pidana yang menyerang ruang privat dan ekpresi warga negara seharusnya tidak di atur dengan pendekatan penjara.

Langkah yang lain adalah merevisi KUHAP dengan menjamin mekanisme uji dan kontrol pembatasan kewenangan penahanan oleh aparat penegak hukum. Penahanan harus di putuskan oleh hakim bukan aparat penegak hukum. Kemudian memperbanyak alternatif penahanan non lembaga seperti tahanan kota dan tahanan rumah serta maksimalkan efektifitas penangguhan penahanan.

Bacaan Lainnya

Pada level perubahan legislasi berikutnya adalah Pemerintah bersama dengan DPR , perlu untuk pertama, merevisi Undang-undang Narkotika dengan menjamin dekriminalisasi bagi pengguna narkotika. Pendekatan kesehatan melalui rehabilitasin dapat di berikan intervensi atas dasar asesmen kesehatan. Dalam draft RUU Narkotika, rehabilitasi justru menjadi kewenangan Polisi dan BNN, harusnya intervensi di lakukan berbasis kesehatan, berikan kewenangan asesmen dekriminalisasi pada pihak kesehatan, Indonesis memiliki puskesmas sebagai sistem yang terbilang sudah matang.

Untuk tindak pidana paling banyak lainnya, semisal pencurian dan penganiyayaan (tidak untuk kekerasan seksual) dapat di lakukan pendekatan penanganan kasus dengan mengharusutamakan peran korban atau restorative justice, dengan mengutamakan penggunaan ganti rugi kepada korban yang selaras dengan pertanggung jawaban pelaku. Bisa dengan memperbanyak penggunaan Pasan 14c KUHP tentang pidana bersyarat berupa penggantian kerugian dengan masa percobaan.

Di sisi lain, perlu juga di tekankan bahwa regulasi yang di implementasikan nantinya dapat berjalan dengan baik dan efektif, Negara perlu mempertimbankan alternatif sanksi pidana pidana lain yang sesuai terhadap pelaku kejahatan. Upaya semacam inilah yang harus di kedepankan dalam sistem peradilan pidana terpadu. Pedomannya sederhana: jangan sekedar menghukum pelaku dan menyelesaikan gejala, tetapi juga fokuskan pada pemulihan kembali dan menyelesaikan sumber masalah dari akarnya.

Terkahir, saya mengutip Bryan Stevenson “Sistem yang hanya menghukum tanpa memulihkan adalah penjara bagi kemanusiaan.”

*tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan pandangan institusi di mana penulis bekerja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *