IMM Mengundang Gubernur, Tapi Tak Datang. Ini Penghinaan Atau Pengabaian?  

Oleh: Tendri Rudin Kader IMM program studi Hukum

OPINI-BidikFakta.id – Pengukuhan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), yang digelar pada Sabtu, 23 Mei 2025, di Gedung Royal, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara, seharusnya menjadi momentum penting dalam proses regenerasi kader serta konsolidasi gerakan mahasiswa Islam. Gerakan yang selama ini konsisten mengusung nilai-nilai intelektualitas, spiritualitas, dan humanitas.

Bacaan Lainnya

Dalam acara ini, Gubernur diundang secara resmi dan penuh hormat. berharap kehadiran beliau dapat menjadi simbol dukungan moral terhadap semangat juang kaum muda.

Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya, Gubernur kembali tidak hadir. Yang mewakili pun bukan Wakil Gubernur, bukan Sekda, bukan pula Kepala Dinas strategis. Yang datang hanyalah pejabat di level ketiga. Alasannya? Gubernur sibuk.

Padahal, undangan telah dikirim sebanyak dua kali. Namun tidak ada balasan, tidak juga klarifikasi. Hening. Diam. Seolah kehadiran IMM dan seluruh proses kaderisasinya tidak layak dicatat dalam prioritas seorang pemimpin daerah.

Ketidakhadiran ini bukan lagi perkara teknis. Ini adalah pesan. Bila bukan bentuk pengabaian, maka ini bisa dimaknai sebagai penghinaan simbolik terhadap gerakan mahasiswa.

Apakah Gubernur menganggap IMM tidak layak untuk dihadiri? Apakah IMM, dengan sejarah panjang dan komitmennya terhadap umat dan bangsa, hanya diposisikan sebagai organisasi pinggiran yang tak memiliki pengaruh?

Kami tegaskan: IMM bukan lembaga pencari panggung, apalagi tukang tepuk tangan bagi kekuasaan. Tapi kami menjunjung tinggi adab dalam kepemimpinan. Ketika kami mengundang dengan penuh hormat, namun yang datang adalah ketidakhadiran yang terus-menerus tanpa empati, maka ini bukan lagi soal jadwal. ini soal sikap.

Kami tahu, Gubernur bisa hadir dalam konser, dalam peresmian proyek, dalam pesta dan selebrasi. Tapi ketika IMM menggelar agenda besar, beliau justru terlalu sibuk terlalu sibuk untuk masa depan generasi muda.

IMM hanya menuntut satu hal: perlakuan yang adil dan proporsional. Jika pemimpin daerah hari ini mulai enggan menyapa, enggan mendengar, bahkan enggan hadir di ruang-ruang kaderisasi intelektual, maka mahasiswa dan rakyat berhak bertanya:

Siapa sebenarnya yang sedang dilayani oleh kekuasaan hari ini?

IMM akan tetap berjalan. Tapi sejarah akan mencatat: ketika kaum muda berseru untuk perubahan, tidak semua pemimpin berani hadir untuk mendengarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *