Mangoli, Terlalu Kecil untuk di Tambang!

PUISI,BidikFakta.id – Dengan penuh hormat, izinkan saya seorang lelaki paru bayah ini, menyampaikan sepucuk surat cinta. Surat cinta ini bukan dalam arti asmara, melainkan cinta yang tulus terhadap tanah yang kita pijak bersama: Maluku Utara, khususnya Pulau Mangoli yang mungil dan rapuh itu.

Ibu Gubernur, Mangoli bukan pulau yang besar. Ia kecil, tapi penuh kehidupan. Hutan-hutannya tidak luas, namun cukup untuk menjadi tempat tumbuh bagi pohon, air, dan harapan masyarakat adat yang hidup berdampingan dengan alam sejak lama. Tapi kini, izinkan saya bertanya dengan hati yang resah—mengapa harus ada 10 izin usaha pertambangan dalam satu pulau kecil seperti Mangoli?

Dengan segala hormat, keputusan ini terkesan amatiran. Bukannya kami tidak menghargai investasi atau pembangunan, tapi izinkan kami bertanya: di mana letak keberimbangan? Bagaimana mungkin satu pulau sekecil itu bisa menanggung beban yang seberat itu dari tambang, dari alat berat, dari pencemaran air, dari longsor yang mengancam, hingga konflik horizontal yang mulai terasa di tengah masyarakat?

Sudah mulai terdengar nada-nada sumbang. Sudah terasa gesekan antara warga yang bertahan dengan alam, dan mereka yang merasa terpaksa menerima karena tekanan kebutuhan. Padahal, tugas negara adalah melindungi seluruh tumpah darah indonesia, termasuk darah para petani, nelayan, ibu-ibu, dan anak-anak di Pulau Mangoli.

Ibu Gubernur, Saya tahu anda peduli. Tapi cinta pada daerah tidak cukup hanya dengan tanda tangan izin atau janji AMDAL. Cinta itu harus terlihat dalam keberanian menghentikan kerusakan sebelum menjadi bencana, dalam ketegasan memilih masa depan yang berkelanjutan, bukan sekadar jangka pendek yang mengorbankan generasi mendatang.

Mangoli terlalu kecil untuk diperebutkan. Tapi ia terlalu besar nilainya untuk dibiarkan hancur.

Akhir kata, surat ini adalah bentuk cinta—bukan hanya kepada Ibu sebagai pemimpin, tapi kepada bumi kecil kita yang bernama Mangoli. Mari kita jaga dia, sebelum dia benar-benar hilang dari peta dan ingatan.

Penulis: Jisman Leko.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *