Sampingkan Hukum Islam, Polres Sula Tetapkan AW Sebagai Tersangka Kasus Dugaan Persetubuhan Anak

Rasman Buamona, SH Kuasa Hukum Agurdani Wowor. Istimewa.

BIDIKFAKTA – Penetapan AW alias Agurdani sebagai tersangka oleh Kepolisian Polres Kepulauan Sula mendapat kecaman dari Rasman Buamona, SH.

Selaku Kuasa Hukum ia menilai langkah aparat penegak hukum menetapkan AW sebagai tersangka dalam kasus dugaan persetubuhan anak telah mencederai prinsip keadilan, mengabaikan konstitusi, serta menihilkan eksistensi hukum islam yang seharusnya menjadi bagian integral dalam sistem hukum positif.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, proses hukum atas kasus kliennya terkesan tidak tidak mematuhi hukum islam yang juga merupakan bagian dari konstitusi negara ini. Dan sebelumnya klien saya bersama pihak keluarga perempuan telah mencapai kesepakatan untuk menikah. Namun, karena AW masih dalam ikatan pernikahan sebelumnya ia diberikan waktu untuk mengurus cerai terlebih duluh.

“Klien saya sudah menempuh proses perceraian secara resmi melalui KUA, dan diarahkan untuk melanjutkan ke Pengadilan Agama Labuha. Tapi sebelum proses itu selesai, justru muncul laporan penipuan, disusul laporan dugaan persetubuhan anak,” ujar Rasman dalam konferensi persnya, Kamis 26 Juni 2025.

Rasman, menjelaskan bahwa kasus kliennya ini bermula saat ibu dari NA mendapati keduanya sedang bertemu di rumah seorang warga di Kecamatan Mangoli Barat. Setelah itu, keluarga NA justru mengundang keluarga AW untuk membicarakan pernikahan secara resmi.

Setelah itu lanjutnya, keluarga NA melalui Babinkamtibmas Desa Pas Ipa, Hasbi Umanailo, menyerahkan ongkos pernikahan berupa uang Rp 50 juta, kain putih, cincin emas, dan biaya lainnya kepada keluarga pria. Ini menunjukkan bahwa proses menuju pernikahan berjalan terbuka, sah secara adat dan bernuansa syariah.

Namun, karena proses perceraian AW belum rampung, keluarga NA meminta penyelesaian terlebih dahulu. AW pun melapor ke KUA dan diarahkan ke sidang keliling Pengadilan Agama yang sedang berlangsung di Sanana. Dalam masa penantian proses tersebut, pihak keluarga NA justru melaporkan AW ke Polres Sula, pertama dengan tuduhan penipuan (1 Mei 2025), lalu dengan dugaan persetubuhan anak (5 Mei 2025).

Polres sempat memfasilitasi mediasi pada 18 Juni 2025. Namun mediasi gagal karena keluarga NA membatalkan rencana pernikahan dan menuntut denda senilai Rp 70 juta dari situ keluarga AW menolak. Hingga akhirnya, pada 23 Juni 2025, Polres menetapkan AW sebagai tersangka.

“Ini jelas bentuk ketidakadilan hukum. Klien saya sedang menjalani proses perceraian demi memenuhi prosedur hukum dan adat, namun malah dikriminalisasi,” kata Rasman.

Ia juga mempertanyakan mengapa Babinkamtibmas yang mengetahui seluruh proses, tidak dipanggil sebagai saksi oleh penyidik. Menurutnya, ini memperkuat dugaan adanya kejanggalan dan keberpihakan dalam penanganan kasus.

Karena itu, Rasman mendesak Polda Maluku Utara segera mengambil alih kasus ini, serta mencopot Kasat Reskrim dan penyidik Unit PPA Polres Sula yang dinilai melanggar etik penyidikan dan mengesampingkan aspek hukum Islam.

“Kami melihat ini sebagai pelanggaran serius terhadap konstitusi dan syariat Islam. Penegakan hukum haruslah adil dan mengakui keberadaan hukum agama dalam penyelesaian sengketa keluarga,” ujarnya.

Rasman juga mendesak Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Sula dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sula untuk tidak diam atas pelecehan terhadap prinsip syariat.

“Ini bukan sekadar kasus pidana, ini menyangkut marwah hukum Islam. Saya meminta Kemenag dan MUI segera turun tangan dan bersikap,” pungkasnya.

 

Pos terkait