OLEH: Rohmin Ramudiyah Arifin
OPINI – Kapitalisme membutuhkan imperalis sebagai sarana untuk mengintervensi kebijakan suatu negeri. Melalui penyanderaan hutang, monopoli dagang, pengendalian, suatu negara menjadi babu atau boneka dan mudah ditaklukan dari luar bahkan dari dalam.
Imperialisme secara sederhana dipahami sebagai penguasaan atas sesuatu. Jika suatu negara telah berhasil digengamnya, maka kebijakan dalam negeri suatu negara dapat diintervensi olehnya.
Kita harus sadari bahwa, setiap keputusan atau kebijakan global terutama negara-negara adikuasa seperti Amerika, sangat berdampak kepada situasi nasional negara-negara seperti Indonesia, dan situasi nasional dapat mempengaruhi situasi regional (daerah-daerah di Indonesia).
Belakangan, mengenai beban tarif 19% oleh Amerika kepada Indonesia, terutama dalam dunia perdagangan tentu memuat sinyal ancaman dan mengandung pesan berbahaya.
Dari sinyal tersebut, ada indikasi, kalau Amerika menargetkan Presiden Prabowo lewat tema “Gulingkan Presiden” atau tema lain yang akan disesuaikan. Intinya maksudnya tetap mengarah pada Presiden.
Pandangan di atas hanya berupa analisis dan opini dari isu-isu yang belakangan muncul ke permukaan. Olehnya, para sidang pembaca boleh saja menerima atau menolaknya. Semua tergantung pengamatan sidang pembaca dan waktu yang akan menjawab!
Beban Tarif 19%
Negosiasi dua kepala negara antara Indonesia dan Amerika melahirkan suatu kesepakatan atau keputusan politik yang tumpang tindih dan menguntungkan Amerika secara sepihak.
Hubungan Dagang antar negara, seharusnya Pemimpin tertinggi angkatan bersenjata Republik Indonesia, Presiden Prabowo yang belakang disebutkan cukup berani dan tegas, memberi tawaran yang cukup simetris pada Amerika.
Mengingat keputusan yang lahir dari hasil negosiasi tersebut sangat berdampak bagi kondisi domestik dan memicu instabilitas dalam negeri.
Amerika pulang dengan bebas tarif, sedangkan Indonesia harus menanggung beban biaya ekspor dengan tarif signifikan. Hal ini, jika dipahami tidak serta merta soal perdagangan, melainkan ada siasat terselubung dalam modus kali ini.
Kita tidak boleh lupa, hampir sebagian besar pendapatan negara bersumber dari pajak, termasuk dari tarif barang impor yang masuk. Namun, akibat kesepakatan tumpang tindih ini, Amerika melenggang dengan mulus tanpa biaya. Miris.
Membaca Modus Penurunan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia dan kaitannya dengan Amerika
Rilisan terbaru Bank Sentral atau Bank Indonesia menetapkan suku bunga acuan menjadi 5,25% dari 5,50% dan ketetapan ini dalam jangka pendek kemungkinan besar akan meningkat.
Bank Indonesia menetapkan kebijakan ini dengan dalil mempertahankan stabilitas dan mendorong pertumbungan ekonomi. Terdengar indah, namun siapa yang tidak ingat dengan kejatuhan Soeharto? Karena modusnya persis. Pertanyaan siasat dan kelicikan itu terulang? Entahlah, kita lihat saja.
Amerika punya jejak historis dan keterlibatan penuh dalam penjatuhan Soeharto (Presiden ke-II RI) karena krisis moneter. Dimana krismon itu terjadi akibat dari ulah Amerika. Dengan menciptakan Koperasi Swasta yang meminjamkan uang dengan limit tinggi, uang beredar takaruan, memicu inflasi, kenaikan harga barang naik, rupiah merosot, daya beli menurun dan tercipta krisis moneter.
Bank Indonesia atau Bank Sentral tentu mengeluarkan kebijakan ini tidak terlepas dari kemauan Bank Dunia (World Bank). Dimana pusat Bank Dunia terletak di DC, Washington Amerika Serikat.
Bank Federal Reserve (Bank Sentral Amerika), Internal Moneter Fund (Dana Moneter Internasional), Bank Dunia (World Bank), Bank Sentral (Bank Indonesia), Bank Konvesional Konvensional (BNI, BRI, MANDIRI, dll), memiliki relasi yang terintegrasi dalam suatu sistem secara vertikal maupun horizontal.
Negara berkembang seperti Indonesia, sangat mudah ditekan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional seperti di atas. Melalui hutang dan kontrol penuh disektor moneter dan perbankan.
Siasat ini tidak terlepas dengan kondisi global belakangan. Dimana Amerika harus mencari langkah antisipasi dengan membuka peluang keuntungan, demi menjaga stabilitas ekonomi negaranya. Akibat dari dampak keterlibatan Amerika di beberapa Perang kemarin yang cukup menguras kas mereka.
Dilain sisi, upaya Amerika adalah meredam keterlibatan negara-negara dengan tekanan tarif, termasuk Indonesia. Mengingat konflik Palestina Israel dan Iran Israel dapat memicu eskalasi yang lebih besar.
Adapun sisi kelicikan Amerika, dimana ia akan selalu mencari cara untuk membinasakan siapapun yang menghalangi kepentingan mereka dan itu sudah menjadi rahasia umum.
Koperasi Desa Merah Putih; Ide Bagus atau Kesempatan Bagus Bagi Amerika Untuk Menggulingkan Presiden Prabowo?*
Menyangkut Koperasi Merah Putih, Indonesia tentu membutuhkan dana yang besar dan itu tidak cukup jika hanya bergantung pada APBN. Karena kegiatan ini berlaku untuk seluruh desa di Indonesia.
Total desa di Indonesia sendiri, berjumlah 83.794 terdiri dari 75.753 desa dan 8.486 kelurahan, serta 37 unit pemukiman transmigrasi (Sumber Data BPS Tahun 2024).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025 dari tahun-tahun sebelumnya naik menjadi 3.621,3 Triliun yang dialokasikan ke Pusat sebesar 2.701,4 T dan 919,9 ke Daerah (sumber laman resmi Menteri Keuangan Indonesia).
Adapun sumber dana atau anggaran yang dipakai dalam agenda Koperasi Desa Merah Putih, ialah sebagai berikut: Satu, APBN dan APBD; Dua, Dana Desa; Tiga, Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA/Bank Konvensional); Empat, Sumber Lain yang sah.
Indonesia melalui Presiden Prabowo yang belakangan lebih cenderung bekerja sama dengan negara-negara asia tenggara dan musuh ideologi Amerika. Tentu menjadi ancaman tersendiri bagi Amerika dan ia tidak akan tinggal diam.
Soal Indonesia bergabung ke BRICS yang mengancam kejatuhan Dollar, soal aset Freeport Indonesia yang dinasionalisasi 51% oleh Jokowi (Gerbongnya Prabowo), hubungan industri nikel dan perdagangan yang menonjol antara Indonesia dan China, hubungan multilateral Indonesia China, Rusia dan lain-lain.
Dari masalah di atas, Amerika merasa diabaikan oleh Indonesia. Dimana keputusan dan keberpihakan Indonesia belakangan dapat mengancam eksistensi Amerika sebagai negara superpower. Olehnya, Amerika akan berpikir seribu cara untuk posisi tidak tumbang dan tereliminasi dari segerombolan kekuatan neomultilateral.
Menghadapi tantangan dan kepentingan nasionalnya, Amerika ada kemungkinan besar akan memanfaatkan ide tentang Koperasi Desa Merah Putih sebagai modus untuk menjatuhkan Presiden Prabowo.
Kenapa bisa begitu? Seperti yang dikatakan di atas. Ada rekam sejarah tentang keberhasilan Amerika dalam menggulingkan Presiden Soeharto. Dimana Amerika waktu itu, Presidennya ialah Bill Clinton, kaki tangan elit global atau elit rahasia yang memegang kendali dunia secara terselubung.
Model kepemimpinan Trump hari ini, nampak terlihat ditunggangi oleh elit global. Hal itu dapat dilihat oleh beberapa masalah yang ia buat, seperti menyerang Iran tanpa melalui keputusan kongres, membela Israel yang dapat memicu pergolakan besar dan mengancam masyarakat sipil. Alhasil, ia di demo oleh warga negaranya sendiri.
Terus terang, penulis memberi apresiasi mengenai ide Koperasi Desa Merah Putih. Dan tulisan kali ini, penulis tidak berpihak pada Amerika. Melainkan penulis mencari sisi yang dapat dipelintir oleh Imperialisme AS sebagai catatan kepada Pemerintah Indonesia untuk lebih berhati-hati atas ancaman kedaulatan.
Indonesia di atas keterbatasan anggaran, sangat mungkin ketika APBN, APBD, Dana Desa tidak dimanajemen dengan baik, kemudian memakai anggaran melalui sumber lain seperti Bank Konvensional atau HIMBARA, Amerika akan dengan mudah mengotak atik program Indonesia lewat intervensi disektor moneter dan perbankan.
Meski tidak diinginkan, apabila suku bunga naik, inflasi terjadi, rupiah merosot, daya beli menurun, harga barang naik, uang tak terkendali, krisis moneter terjadi, tarif ekspor ke AS besar, investasi gulung tikar, Indonesia akan mengalami defisit dan problem domestik yang luar biasa.
Ketika hal di atas terjadi, Amerika akan masuk melalui operasi intelejen dan memporak-porandakan Indonesia dari luar maupun dari dalam.
Semoga tidak terjadi. Namun berkaca dengan era Soeharto digulingkan. Akan ada malapetaka bagi Indonesia jika tidak disadari sejak dini.
Boleh jadi Perang Isu, Tema dan Skema sebagai wujud dari Perang Gaya Baru Non-Militer diberlakukan kembali oleh Amerika kepada Indonesia. Dengan Isu, Tema dan Skema yang sama. Isunya “Krisis Moneter”, Temanya “Gulingkan/Impeacment Presiden” dan Skemanya “Gerakan Massa, Media, dll”.
Kalau dulu Amerika yang menciptakan Koperasi Swasta dengan sumber dana dari Bank Konvensional dan Bank Konvensional mendapatkan sumber dana dari Bank Indonesia melalui simpan pinjam, lalu Bank Indonesia dibawah kendali Bank Dunia sebagai lembaga Internasional disektor Perbankan, kemudian Bank Dunia tentu tidak terlepas dengan Bank Federal Reserve atau Bank Sentral Amerika sebagai memegang kendali atas hak mengedarkan dan monopoli uang, hingga tercipta krisis moneter di tahun 1998 sesuai keinginan Elit Global lewat Bill Clinton karena Indonesia dibawah kepemimpinan Soeharto tidak lagi menganulir atau bersebrangan dengan kepentingan Elit global bertopeng Nasional Amerika. Olehnya Soeharto harus digulingkan.
Bukan hanya Soeharto, kelicikan Imperialisme Amerika juga berhasil menumbangkan Soekarno. Sehingga tidak menutup kemungkinan, Prabowo anak ideologi Soharto juga dapat dijatuhkan atau menjadi target Amerika selanjutnya, karena belakangan Indonesia lebih berpihak kepada lingkaran musuh-musuh Amerika, ketimbang mereka.
Penutup:
Opini ini muncul, karena maraknya-maraknya Masyarakat Desa berbondong-bondong mengurus keabsahan badan usaha Koperasi, pembentukan struktur, pengesahan sturktur, mengurus perlengkapan administrasi sebagai wujud dari merealisasi program pemerintah pusat.
Namun, terlepas dari konflik Iran Israel, Amerika menerapkan tarif 19% kepada barang ekspor Indonesia yang masuk ke Indonesia. Sebaliknya, Amerika tidak dikenaikan tarif impor ketika barangnya masuk ke Indonesia.
Tidak hanya itu, setelah kepulangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Indonesia dikejutkan dengan penurungan suku bunga dsri 5,50% menjadi 5,25%. Sekali lagi, terdengar baik, namun perlu digaris bawahi, kebijakan ini muncul karena Amerika mendapatkan dampak dari gejolak Perang Iran Israel.
Bukan saja Amerika, ini juga menyangkut kondisi domestik Israel yang menjadi dasar kenapa Bank Sentral Amerika atau FEDD mengeluarkan kebijakan baru, di ikuti oleh Bank Indonesia.
Kebijakan ini berlaku karena Amerika dan Israel untuk memulihkan kondisi ekonominya karena imbas konflik. Setelah dua negara itu pulih, maka dunia akan digempurkan kembali dengan kebijakan-kebijakan yang 2-10X lipat menguntungan mereka. Saksikan saja nanti.
Kebijakan di atas juga tidak serta merta fleksibel dan fluktuatif karena kondisi dunia. Hal itu benar, kalau kita mengikuti logika mereka. Namun siapa yang tidak mengenal Amerika? Negara Kelinci Elit Rahasia yang ditampilkan ke permukaan untuk memuluskan kepentingan mereka.