Ketika Pers Tidak Bersatu, Gerakan pun Mati di Tengah Jalan

Oleh: Rafsanjani M. Utu.

OPINI – Halmahera Selatan tengah menghadapi kemunduran serius dalam hal kontrol sosial dan arus informasi yang sehat. Salah satu penyebab paling mencolok dari situasi ini adalah tidak adanya persatuan di antara insan pers dan media lokal. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri, membawa agenda dan kepentingannya masing-masing, tanpa sinergi, koordinasi, apalagi kesepahaman untuk memperjuangkan kepentingan publik secara kolektif.

Bacaan Lainnya

Sebagai pilar keempat demokrasi, pers sejatinya memegang peran vital sebagai penyeimbang kekuasaan dan penyambung suara rakyat. Namun di Halmahera Selatan, idealisme ini semakin kabur. Tidak adanya solidaritas antarmedia membuat suara-suara kritis kehilangan gema. Gerakan demi gerakan sosial yang seharusnya mampu menggugah kesadaran publik dan mengguncang kebijakan justru mati sebelum tumbuh. Kasus dugaan korupsi, pelanggaran hukum, hingga ketidakadilan sosial hanya mengisi halaman berita sesaat, lalu tenggelam tanpa tindak lanjut.

Media yang bergerak sendiri tanpa kebersamaan menjadi mudah dibungkam. Mereka rentan terhadap tekanan politik, ekonomi, bahkan ancaman yang lebih serius. Tanpa kekuatan kolektif, suara mereka kecil dan mudah dipatahkan. Sebaliknya, ketika media bersatu, maka suara yang mereka bawa akan menggema dan sulit diabaikan. Di sanalah letak kekuatan sesungguhnya dari pers yang solid dan bersatu.

Persatuan bukan berarti seluruh media harus berpikir atau menulis hal yang sama. Persatuan berarti menyadari bahwa ada misi bersama yang lebih besar dari sekadar rating, klik, atau iklan: yaitu membela kebenaran, menyuarakan keadilan, dan menjaga marwah demokrasi. Selama media masih dikendalikan oleh ego sektoral, rivalitas sempit, dan kepentingan pribadi, maka rakyat akan terus ditinggalkan. Dan perubahan hanyalah impian yang tak pernah nyata.

Kini saatnya insan pers Halmahera Selatan merenung. Apakah kita ingin dikenal sebagai pelayan publik yang jujur, kritis, dan berani? Ataukah kita hanya puas menjadi penyambung lidah kekuasaan? Apakah kita mau mencatat sejarah sebagai media yang berdiri bersama rakyat, atau hanya menjadi penonton pasif saat ketidakadilan merajalela?

Jika tidak ada persatuan, maka jangan harap akan ada perubahan. Dan bila perubahan tidak terjadi, maka kita semua terutama insan pers ikut memikul tanggung jawabnya. Sebab dalam dunia yang sedang kacau, diam dan terpecah belah adalah bentuk paling halus dari pengkhianatan terhadap rakyat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *