Oleh: 𝗦𝘂𝗸𝗮𝗿𝗺𝗮𝗻 𝗞𝗮𝘀𝗶𝗺
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ)
“Tinjauan Analisis Kebijakan Publik”
OPINI – Provinsi Maluku Utara, baru baru ini polemik beda pendapat Daerah Otonomi Baru (DOB) soal status dan kedudukan, ramai argumentasi membanjiri platfrom ruang media sosial. Hal pertama yang memicu adrenalin dari berbagai kalangan mulai dari aktivis, akademisi maupun praktisi birokrat angkat bicara adalah lewat pernyataan orang nomor satu di Maluku Utara Sherly Djuanda (Gubernur Maluku Utara). Nampaknya bukan hanya pernyataan belaka atau sebatas kata-kata yang hidup di ruang hampa, tapi nyata adanya perjuangan DOB Sofifi benar benar digaungkan semenjak Ibu Sherly sah menjadi nahkoda baru di Maluku Utara, entah angin segar apa mala petaka buat provinsi tercinta kita ini. Sekian purnama kantor Gubernur berkedudukan di puncak Gosale Sofifi, secara faktual menjadi kota mati, ada apa? Kita perlu bertanya apa sofifi layaknya mati suri apa hidup dan berkembang sepanjang masa laksana mawar diserambi masjid yang terus tumbuh subur!
Semacam ada dentuman pro dan kontra soal polemik kota Sofifi, sebagian orang mengiyakan, disisi yang lain menolak, Sofifi diambang batas antara maju dan mundur. Sejak pemekaran provinsi Maluku ke Maluku Utara dan ada penguataan hukum Ibu kota melalui Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 dan amanat regulasi Otonomi Baru di Indonesia, Undang-undang No. 23 Tahun 2014 yang mengatur tentang penataan daerah, meliputi pembentukan daerah, dan penyesuaian daerah dapat dilakukan melalui pemekaran, memecah suatu daerah menjadi beberapa daerah baru atau penggabungan daerah. Meningkatkan efektifitas, penyelenggaraan pemerintahan daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan pelayanan publik, juga harus mempertimbangkan faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, kependudukan dan lain lain. Entri poin paling urgen adalah pembentukan daerah otonomi baru harus melibatkan berbagai pihak. Pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat setempat. Perspektif political will Pemprov saat ini cukup memiliki tools untuk colabs dengan pemerintah pusat, jika itu memungkinkan value baik dalam tatanan kesejahteraan, mempermuda akses dari berbagai lini kehidupan masyarakat mengapa tidak? Namun juga tidak abai dengan identitas culturall karena secara administratif wilayah Sofifi berada pada landskap pemerintahan Kota Tidore Kepulauan tepatnya Kecamatan Oba pulau Halmahera.
Percepatan daerah otonomi baru dan kedudukan Sofifi sebagai Ibu kota Maluku Utara dan mendorong akselarasi pembangunan serta menjadikan Sofifi sebagai pusat putaran ekonomi demi keadilan sosial dan politik ialah hal bisa saja terjadi? Dilain sisi ada perdebatan hangat belum layaknya atau tidak karna infrastruktur dasar yang belum memadai dan pusat pelayanan publik yang belum maksimal, lantas di biarkan stagnan menyelimuti sofifi? Mungkinka dimulai dari sekarang, Sofifi maju Maluku Utara bangkit, kalau bukan sekarang lalu kapan?
Seyogyanya ekuliubrium antara Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan kedudukan kantor Gubernur yang bertempat di Sofifi bagian dari menjaga kinerja dan menciptakan suasana birokrasi yang efektif dan efesien? Sehingga pusat pelayanan jangan lagi bergantung pada kota lain yang sarat dengan kepadatan penduduk dan pembangunan yang kian menghempit. Misalnya ya!
Pemangku mandat tertinggi Maluku Utara mesti mampu mendefinisikan problem kebijakan publik (Publik Policy) pada substansialnya merujuk pada kegiatan mengesplorasi isu isue dan masalah sosial, kemudian menetapkan satu masalah sosial (sosial problems) yang nantinya menjadi fokus analisis kebijakan. Kiranya, pilihan masalah sosial didasari beberapa pertimbangan, antara lain. Masalah tersebut bersifat aktual, sedang menjadi perhatian masyarakat saat ini, penting dan mendesak, relevan dengan kebutuhan dan aspirasi publik, berdampak luas dan positif, sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial. Dalam artian bahwa bisa sejalan dengan transformasi sosial yang sedang bergerak di masyaakat semisalnya penguatan demokratisasi, hak asasi manusia atau transparansi dan good governance. Seperti yang diulas diatas, bahwa kerap butuh persetujuan masyarakat luas atau setempat, bila sudah ada kesepahaman secara holistik barulah Pemerintah Daerah gandeng Pemerintah Pusat membawa mendorong aspirasi rakyat.
Hal yang lazim, bahwa tiap kebijakan publik merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik rumusan, rincian, penjelasan, maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Disisi lain, isue bukan hanya mengandung makna adanya problem atau ancaman bagi pemerintah, tetapi juga peluang bagi tindakan positif tertentu serta kecenderungan yg di persepsikan memiliki nilai signifikan. Mengutip salah seorang tokoh Analisis Kebijakan Publik William N. Dunn dalam buku sampul putihnya, Ia menjelaskan, timbulnya isue kebijakan publik terutama karena telah terjadi konflik atau perbedaan persepsional diantara para actor atas suatu situasi problematik tertentu. Dunn membagi perangkat isu kebijakan secara berurutan yakni isu utama, isu sekunder, isu fungsional, dan isu minor. Artinya makin tinggi status peringkat yg diberikan atas suatu isu, maka semakin strategis pula posisi politisnya. Jauh sebelum itu, mestinya Pemprov memiliki agenda setting untuk merumuskan kebijakan yang nantinya diterima oleh banyak khalayak. Benar adanya, dalam suatu kehidupan baik masyarakat dan negara tidak pernah yg namanya akan berhenti atau terbatas dari isu. Bahkan dalam masyarakat politik manapun, isu kebijakan publik tidak pernah berhenti, dinamika perkembangannya menyesuaikan perkembangan masyarakat, budaya politik, dan karakter sistem politiknya. Sejatinya kebijakan publik secara umum dilihat seebagai aksi pemerintah dalam menghadapi masalah dengan mengarahkan perhatian terhadap siapa mendapat apa, tapi untuk menciptakan sistem pemerintahan yang baik (Good Governnce) merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dan masyarakat dalam berbagai kegiatan yg berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan tersebut. Dengan demikian, sebelum ada finalisasi kebijakan dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara mesti adanya proses formulasi kebijakan dan perumusan yang di putuskan secara umum untuk memperoleh kesepakatan tentang alternatif kebijakan yang dipilih.
Apa pun rencana Pemprov soal persiapan DOB Sofifi bila ada nilai dan kemaslahatan impact baik dan kesejahtera rakyat harus di support, sebaliknya jalur koordinasi dan komunikasi lintas pemerintah dengan berbagi pihak pun perlu dibangun jangan sampai ada garis pemisah. 𝗦𝗼𝗳𝗶𝗳𝗶 𝗥𝘂𝗺𝗮𝗵 𝗞𝗶𝘁𝗮 𝗕𝗲𝗿𝘀𝗮𝗺𝗮, 𝗠𝗮𝗹𝘂𝗸𝘂 𝗨𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗠𝗮𝗷𝘂 𝗱𝗮𝗻 𝗕𝗮𝗻𝗴𝗸𝗶𝘁.